Apakah Mengganti Tanda Tangan Dapat Membatalkan Perjanjian ? Bagaimana Keabsahannya ?
Pada dasarnya para pihak yang membuat perjanjian diberikan kebebasan untuk membuat suatu perjanjian, apapun isinya dan bagaimana bentuknya, hal ini senada dengan asas kebebasan berkontrak adanya kebebasan seluas-luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum, hal ini juga di ditegaskan pula pada Pasal 1338 ayat 1 Kuhperdata yang menyebutkan “bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Meskipun diberikan kebebasan dalam membuat perjanjian, para pihak yang membuatnya juga harus memperhatikan mengenai syarat sah suatu perjanjian seperti yang disebutkan pada pasal 1320 Kuhperdata :
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat;
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- Suatu pokok persoalan tertentu;
- Suatu sebab yang tidak terlarang.
Perlu dipahami pada pasal 1320 Kuhperdata tersebut dibagi menjadi 2 (dua) syarat, Subjektif dan Objektif:
Syarat Subjektif:
- Kesepakatan para pihak dalam perjanjian [agreement]
- Kecakapan para pihak dalam perjanjian [capacity]
Syarat Objektif:
- Suatu hal tertentu [certainty of terms]
- Sebab yang halal [considerations]
Perjanjian dianggap sah dan mengikat secara penuh bagi para pihak yang membuatnya sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum. Apabila syarat subjektif dilanggar oleh para pihak maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, dan apabila syarat objektif dilanggar maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Mengenai bagaimana keabsahan perjanjian setelah mengganti tanda tangan, hal dapat dikaitkan dengan pasal 1320 ayat 1 Kuhperdata “Kesepakatan para pihak dalam perjanjian [agreement]”. Adanya kesepakatan antara para pihak, pihak A ingin mengganti tanda tangan tentu pula pihak B harus diberi tahu jika pihak A ingin mengganti tangan. Lalu apakah dapat dikatakan tidak sah atau batal ? untuk dapat dikatakan tidak sah atau batal, salah satu pihak harus terlebih dahulu mengajukan pembatalan ke Pengadilan.
Pada dasarnya untuk mengganti tanda tangan itu diperbolehkan sepanjang diakui kebenarannya, Hal ini diatur dalam Pasal 1875 Kuhperdata :
“Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka, bukti yang sempurna seperti akta otentik, demikian pula berlakulah ketentuan Pasal 1871 untuk tulisan itu”.
Selama tanda tangan itu diakui dan tidak diingkari atau tidak ada salah satu pihak yang mengajukan pembatalan maka perjanjian tersebut tetap sah dan mengikat. Apabila salah satu pihak juga tidak mengakui atau mengingkarinya, tidak serta merta langsung batal mengenai perjanjian, karena yang berhak untuk menyatakan tidak sah atau batal suatu perjanjian hanyalah hakim.
Demikian semoga bermanfaat.
Dasar Hukum :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
DISCLAIMER:
Seluruh informasi hukum yang terkandung di dalam artikel website azalawoffice.com disediakan hanya untuk sarana edukasi dan bersifat umum, tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat hukum tentang permasalahan apapun, tidak membuat pernyataan apapun atau jaminan baik secara tersurat maupun tersurat. Untuk mendapatkan nasihat hukum yang terpercaya dan legal opinion yang kredible, akurat, yang dapat diandalkan silahkan konsultasikan masalah anda kepada kami.