Usaha Daging Ayam Potong dibebaskan PPN
Pertanyaan:
Punya usaha jual daging ayam potong Pada tahun 2021 total omset atau peredaran usaha mencapai 15 miliar, apakah USAHA saya sudah wajib menjadi pengusaha kena pajak (PKP) ?
Jawaban:
Sebelum adanya revisi UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dalam UU PPN diatur bahwa daging merupakan kelompok barang kebutuhan pokok yang dikecualikan dari pengenaan PPN (non-objek).
Hal ini sebagaimana dimuat di dalam Pasal 4A ayat 2 huruf b UU PPN yang menyatakan bahwa:
Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
- barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
kemudian, pada penjelasan Pasal 4A ayat 2 huruf b UU PPN, menyebutkan:
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:
- beras;
- gabah;
- jagung;
- sagu;
- kedelai;
- garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
- daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
lebih lanjut UU HPP merevisi beberapa ketentuan dalam UU PPN, salah satunya menghapus ketentuan daging sebagai barang non BKP pada pasal 4A ayat 2 huruf b, untuk itu kini penyerahan daging merupakan penyerahan BKP yang terutang PPN.
Meski demikian pada Pasal 7 PP No. 49 Tahun 2022 dan pasal 16B ayat 1a huruf j UU HPP dalam penjelasan, daging masuk ke dalam kelompok BKP yang diberi fasilitas PPN dibebaskan. Pada penjelasan Pasal 16B ayat 1a huruf j UU HPP menyatakan bahwa:
Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain:
barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:
- beras;
- gabah;
- jagung;
- sagu;
- kedelai;
- garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
- daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
pemberian fasilitas PPN dibebaskan membawa implikasi bahwa terdapat objek PPN terutang atas penyerahan BKP yang dilakukan, tetapi tidak terutang (PPN tetap nihil). Adanya ketentuan ini, penyerahan daging tersebut merupakan penyerahan BKP.
Terkait dengan kewajiban pengukuhan sebagai PKP, dapat merujuk pada Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 PMK No 197/PMK.03/2013 tentang perubahan atas PMK No 68/PMK.03/2010 tentang batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai yang menyatakan bahwa:
- Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
- Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
Dari ketentuan di atas dapat dilihat jumlah peredaran bruto yang dimaksud sebagai ambang batas PKP adalah jumlah keseluruhan penyerahan BKP dan/atau JKP. Oleh karena jumlah penyerahan BKP atau peredaran bruto telah melebihi Rp. 4.8 miliar, usaha tersebut wajib untuk dikukuhkan sebagai PKP. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat 1 PMK 197/2013 bahwa:
- Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Berdasarkan penjelasan di atas dan adanya perubahan melalui UU HPP menjadikan seluruh penyerahan barang yang dilakukan oleh usaha tersebut kini merupakan BKP. Dengan demikian jumlah peredaran bruto usaha telah melebihi Rp. 4.8 miliar dan sudah wajib untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Demikian, semoga bermanfaat.
Disclaimer:
Seluruh informasi hukum yang terkandung di dalam artikel website azalawoffice.com disediakan hanya untuk sarana edukasi dan bersifat umum, tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat hukum tentang permasalahan apapun, tidak membuat pernyataan apapun atau jaminan baik secara tersurat maupun tersurat. Untuk mendapatkan nasihat hukum yang terpercaya dan legal opinion yang kredible, akurat, yang dapat diandalkan silahkan konsultasikan masalah anda kepada kami.