Mengajukan Perkara Cerai Gugat di Pengadilan Agama
Bahwa Pengadilan Agama berwenang memeriksa perkara bagi orang yang beragama islam, dalam perkara perceraian setiap orang yang beragama islam untuk mengajukan perceraian harus diajukan di Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.
Dalam mengajukan perkara perceraian terutama perlu untuk diperhatikan, perkawinan tersebut harus sudah diakui oleh Negara yaitu sudah mempunyai buku nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama yang menikahkan, apabila belum ada buku nikah maka tidak bisa diajukan perceraian di Pengadilann Agama.
Langkah-langkah yang harus dilakukan:
- Bagi seseorang yang ingin mengajukan gugatan bisa secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989);
- Lalu Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat;
- Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974);
- Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989);
- Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU No.7 Tahun 1989).
Adapun alasan-alasan perceraian menurut Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 disebutkan dalam Pasal 39, penjelasan Undang-undang perkawinan yang diulangi dalam Pasal 19 peraturan pelaksanaan P.P No. 9 tahun 1975 yang mengatakan:
- Salah satu pihak berbuat zinah atau pemabuk, pejudi dan sebagainya yang sukar disembuhkan.
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan.
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai suami isteri.
- Antara suami isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Dalam mengajukan gugatan cerai gugat, Penggugat juga dapat menuntut tambahan yang berupa:
- Hak Asuh Anak, mengenai hak asuh anak bagi yang muslim diatur dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, berbunyi:
Dalam hal terjadinya perceraian :
- Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;
- Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah dan ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya;
- biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Berdasarkan bunyi ketentuan hukum di atas, jelas bahwa bila terjadi perceraian, maka hak asuh terhadap anak yang masih di bawah umur jatuh kepada ibunya.
- Nafkah anak berdasarkan Pasal 105 KHI yang disebutkan di atas dan 45 UU Perkawinan ayat:
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
jika hak asuh anak jatuh ke tangan ibunya maka hakim juga akan mencantumkan biaya nafkah anak yang juga akan dibebankan kepada Ayahnya, tetapi dalam gugatannya juga harus dicantumkan biaya-biaya yang akan dimintakan, dan Penggugat mempunyai beban untuk membuktikan berapa pendapatan Suami perbulannya.
Demikian sekilas tentang gugatan cerai gugat seorang isteri kepada suaminya di Pengadilan Agama.
Dasar Hukum:
Gatot Supamono, Perjanjian UTANG PIUTANG, Edisi Pertama 2013
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
DISCLAIMER:
Seluruh informasi hukum yang terkandung di dalam artikel website azalawoffice.com disediakan hanya untuk sarana edukasi dan bersifat umum, tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat hukum tentang permasalahan apapun, tidak membuat pernyataan apapun atau jaminan baik secara tersurat maupun tersurat. Untuk mendapatkan nasihat hukum yang terpercaya dan legal opinion yang kredible, akurat, yang dapat diandalkan silahkan konsultasikan masalah anda kepada kami.