Penipuan atau Wanprestasi
Kasus posisi:
Dalam kasus ini terdakwa dalam perkara No 208 K/Pid/2013 tanggal 12 september 2013, terdakwa bernama A telah didakwa karena:
Primer: telah melanggar ketentuan pasal 378 jo. 65 KUHP;
Subsider: melanggar ketentuan pasal 379 huruf a KUHP;
Pada peradilan tingkat pertama Pengadilan Negeri Surabaya No 1631/Pid.B/2003/PN.Sby tanggal 19 Januari 2004 yang amar lengkapnya sebagai berikut:
- Menyatakan Terdakwa tersebut tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar pasal 378 jo. 65 KUHP sebagaimana dakwaan primer;
- Membebaskan Terdakwa dari dakwaan tersebut;
- Menyatakan Terdakwa terbukti telah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan subsider, akan tetapi perbuatan tersebut tidak merupakan suatu tindak pidana;
- Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum;
- Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya;
- Memerintahkan agar bukti-bukti surat yang diajukan di persidangan yang asli dikembalikan kepada yang berhak sedangkan fotokopi tetap dilampirkan dalam berkas perkara ini;
- Membebankan biaya perkara kepada negara;
Jaksa penuntut umum dalam hal ini mengajukan permohonan kasasi atas putusan Judex Facti, atas permohonan kasasi tersebut, Mahkamah Agung telah menjatuhkan putusan sebagai berikut:
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Jaksa/Penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Tanjung Perak tersebut;
- Membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi ini kepada negara;
Catatan:
Dari putusan Mahkamah Agung RI tersebut, maka dapat diangkat “abstrak hukum” sebagai berikut:
Bahwa hubungan antara terdakwa dengan korban in casu Madan, Arvinder, dan Haresh adalah hubungan dagang jual beli barang dan terdakwa melakukan hubunga dagang dengan para saksi korban telah berjalan lancar sejak 2000 sampai April 2002;
Bahwa suatu saat hubungan dagang berupa jual beli barang antara terdakwa dengan para saksi korban tersebut tidak berjalan lancar yakni ada pemberlian barang yang belum dibayar oleh terdakwa dan atas perbuatannya tersebut, terdakwa dikatakan wanprestasi sehingga perbuatan terdakwa tersebut berada dalam domain hukum perdata;
Bahwa pendapat dari tiga orang hakim, dua orang hakim agung tidak sama pendapatnya dengan satu hakim agung lainnya, yang berpendapat sebaliknya yakni perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tidak masuk ranah perdata karena tidak ada fakta yang menjelaskan bahwa ketidakmampuan terdakwa membayar kerja pemesanan barang tekstil dari para korbannya karena adanya kondisi bahwa terdakwa benar-benar tidak punya uang atau usahanya mengalami kebangkrutan dan terdakwa pernah membayar utang-utang pembelian barang dimaksud dengan memberikan bilyet giro kepada para korbannya namun ternyata bilyet giro tersebut tidak bisa dicairkan karena ditolak oleh bank, karena sudah ditutup oleh terdakwa dan pembayaran utang dengan mempergunakan cek kosong demikian merupakan penipuan;
Bahwa dalam praktik peradilan sesungguhnya antara wanprestasi atau penipuan tidak mudah untuk ditemukan fakta hukumnya, apalagi antara “pelaku” dengan “korban” penipuan memang sejak semula meletakkan dasar hubungan hukumnya dalam koridor suatu perjanjian murni sehingga tidak bisa secara sederhana seseorang dapat dinyatakan telah memenuhi unsur subjektif delik penipuan, hanya karena tidak membayar sejumlah harga barang yang telah disepakati dalam suatu hubungan bisnis;
Bahwa parameter lain yang dipakai untuk menentukan apakah suatu perbuatan adalah bentuk penipuan atau tidak, kita dapat mengacu putusan MA-RI Nomor 1601 K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990 yang menyatakan bahwa “unsur pokok delik penipuan (ex. Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada cara/upaya yang telah digunakan oleh si pelaku delik untuk menggerakkan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang”
Bahwa dengan mengacu pada putusan MA-RI di atas, dapat di telaah sebagai pijakan awal apakah seseorang terdakwa dalam menggerakkan korban hingga menyerahkan barang-barangnya tersebut menggunakan cara-cara atau upaya seperti menggunakan nama palsu atau martabat palsu, mempergunakan tipu daya muslihat atau rangkaian kebohongan sebagaimana uaraian Pasal 378 KUHP dan jika terdakwa terbukti telah memakai cara-cara tersebut maka perbuatan terdakwa tersebut dapat dikategorikan penipuan;
Bahwa terhadap suatu hubungan hukum seperti halnya jual beli barang, apalagi didasarkan pada suatu perjanjian jual beli dan ternyata salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasi maka hal demikian ini tentu tidak secara simplifistik (sederhana) ditarik dan dikualifikasikan sebagai kejahatan penipuan;
Demikian, semoga bermanfaat.
Referensi: Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXIX No. 337 Desember 2013, Hlm. 172.
DISCLAIMER:
Seluruh informasi hukum yang terkandung di dalam artikel website azalawoffice.com disediakan hanya untuk sarana edukasi dan bersifat umum, tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat hukum tentang permasalahan apapun, tidak membuat pernyataan apapun atau jaminan baik secara tersurat maupun tersurat. Untuk mendapatkan nasihat hukum yang terpercaya dan legal opinion yang kredible, akurat, yang dapat diandalkan silahkan konsultasikan masalah anda kepada kami.