Hak Asuh Anak Di Bawah Umur Jatuh Kepada Ayah
Bahwa mengenai hak asuh anak sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum islam adalah dalam hal terjadinya perceraian Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, dan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah dan ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya.
Mengenai hal ini dalam UU Perkawinan dan KUHPerdata tidak mengatur secara pasti apakah ayah atau ibu yang berhak atas pengasuhan anak, hak asuh anak jatuh kepada ibu itu di atur dalam kompilasi hukum islam tersebut.
Berkaitan hal ini hak asuh anak juga bisa dicabut oleh pengadilan jika orang tua tersebut melalaikan tugas dan kewajibannya untuk membesarkan anaknya dengan baik, seperti yang disebutkan dalam pasal 49 UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan adalah:
- Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal:
- la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
- la berkelakuan buruk sekali.
Dalam pasal 30 UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak juga menyebutkan:
- Dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut.
- Tindakan pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa asuh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.
Sebagai contoh kasus hak asuh anak di bawah umur yang jatuh kepada ayah dapat kita lihat pada putusan mahkamah agung No 2947/PDT/2008:
Dari putusan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan putusnya perkawinan, tidaklah lalu menyebabkan seorang anak yang masih di bawah umur harus ditaruh di bawah perwalian.
Pengertian perwalian adalah pengawasan terhadap anak yang masih di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua meliputi pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya (Pasal 50 UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan)
Namun demikian, MA dalam putusan kasasinya telah mengambil sikap tegas yakni manakala seorang ibu telah melalaikan dan mengabaikan peran, tugas, tanggung jawab & kewajibannya untuk merawat, mengasuh, mendidik & memelihara anak-anak yang masih di bawah umur terbukti dalam perkara ini (putusan mahkamah agung No 2947/PDT/2008) tergugat (ibu) sering mabuk-mabukan dan berselingkuh dengan orang lain, maka hak asuh terhadap anak-anaknya yang masih di bawah umur dicabut dan diserahkan pada Ayah (Penggugat).
Bahwa sikap dan pendirian MA dalam putusannya tersebut untuk memberikan hak asuh atas anak-anak yang masih di bawah umur kepada ayah dilandasi suatu dasar pemikiran bahwa titik sentral yang menjadi bahan pertimbangan tidak lain adalah kepentingan dan kesejahteraan anak itu sendiri, yakni agar hak-hak dan kewajiban asasi anak dapat terpenuhi dalam upaya pengembangan diri anak-anak, baik dari sisi pembentukan pribadi, kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan hak-hak dasar lainnya agar anak-anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara wajar sehingga diharapkan anak-anak tersebut nantinya tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang rasional, bertanggung jawab dan bermanfaat bagi masyarakat yang akan datang.
Maka dari itu sebagai orang tua jika tidak ingin dicabut hak asuhnya orang tua berkewajiban untuk mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi anak, menumbuhkembangkan anak sesuai kemampuan bakat dan minatnya sebagaimana juga disebutkan dalam pasal 26 UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Demikian Semoga Bermanfaat.
Dasar Hukum:
UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
Kompilasi hukum Islam
putusan mahkamah agung No 2947/PDT/2008
Referensi: Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXVI No. 309 Agustus 2011, Hlm. 80.
DISCLAIMER:
Seluruh informasi hukum yang terkandung di dalam artikel website azalawoffice.com disediakan hanya untuk sarana edukasi dan bersifat umum, tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat hukum tentang permasalahan apapun, tidak membuat pernyataan apapun atau jaminan baik secara tersurat maupun tersurat. Untuk mendapatkan nasihat hukum yang terpercaya dan legal opinion yang kredible, akurat, yang dapat diandalkan silahkan konsultasikan masalah anda kepada kami.